JELAJAHI
PENCAK SILAT BANDRONG
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEic_rsi-r_9VFN6FpC_u1CFz2M0HL4QZcQ6C4LPMz3Amwb996zZMtF4qjFMB7dzmoLoM4k7s-g206PonHko7HDYGkd2mpULvya5Ul3iYpyVR7nVkCWfFTc_1A5QvlUI2FEl0ybk4W1Dpi1y/s400/pencak+silat.jpg
Pencak Silat Bandrong merupakan bagian penting dari sejarah dan budaya Banten. Pencak silat ini sudah dikenal oleh masyarakat, pada saat Sultan Maulana Hasanudin memerintah di Kesultanan Banten.
Asal muasalnya, konon dari seorang pendekar pada jaman Sultan Maulana Hasanudin yang menjadi Sultan di Banten ( 1552-1570), yaitu Ki Sarap. Singkat kata, setalah Ki Sarap mengalahkan salah seorang senopati banten yaitu Ki Semar; dengan berbagai kondisi dan pertimbangan, akhirnya Sultan mengangkat Ki Sarap Sebagai senopati dengan Gelar Senopati Nurbaya (Ki Urbaya). Dari ilmu Ki Sarap-lah bandrong bermula. Dalam pelaksanaan tugas sebagai Senopati, Ki Sarap banyak berhadapan dengan para perompak yang beroperasi di sekitar teluk/laut Banten. Karena banyak tugasnya menjaga laut Ki Sarap juga dijuluki : Ki Patih Jaga Laut. Disinilah ilmunya semakin berkembang dan akhirnya diwariskan secara turun termurun di Banten, hingga saat ini.
Bandrong diambil dari nama jenis ikan terbang yang sangat gesit dan dapat melompat tinggi, jauh, atau dapat menyerang kerang dengan moncongnya yang sangat panjang dan bergerigi tajam sekali, sehingga ia merupakan ikan yang sangat berbahaya, sekali serang dapat membinasakan musuhnya. Ki Patih Jaga laut atau patih yang selalu melanglang buana menjaga laut, sangat menyukai dan sering memperhatikan ikan tangkas gesit ini dan juga jangkauan lompatan jarak jauhnya dan hal itu benar – benar mempesonanya. Sehingga akhirnya beliau mengambil nama ikan itu untuk memberi nama ilmu ketangkasan beladiri yang dimilikinya dengan nama ” PENCAK SILAT BANDRONG” karena tangkas dan gesit serta berbahaya seperti ikan Bandrong
Pencak Silat Bandrong terus berkembang, tidak saja di wilayah Banten, tetapi menyeberang sampai ke daerah Lampung. Para penerus pencak silat Bandrong mendirikan padepokan-padepokan sampai saat ini terdapat 30 padepokan silat Bandrong, antara lain Padepokan Silat “Bandrong Sapu Jagat” yang berlokasi di daerah Penggorengan, Bojonegara, Cilegon Banten.


DEBUS 
http://matamaki.com/foto_koleksi/536BeFunky_IMG_3506.jpg.jpg
Debus merupakan kesenian bela diri dari Banten yang mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa. Misalnya kebal senjata tajam, kebal air keras dan lain- lain.
Kesenian ini berawal pada abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Pada zaman Sultan Ageng Tirtayasa (16511692) Debus menjadi sebuah alat untuk memompa semangat juang rakyat banten melawan penjajah Belanda pada masa itu. Kesenian Debus saat ini merupakan kombinasi antara seni tari dan suara.[1]
Kesenian Debus yang sering dipertontonkan di antaranya:
  • Menusuk perut dengan tombak atau senjata tajam lainnya tanpa terluka.
  • Mengiris bagian anggota tubuh dengan pisau atau golok.
  • Memakan api.
  • Menusukkan jarum kawat ke lidah, kulit pipi atau anggota tubuh lainnya hingga tebus tanpa mengeluarkan darah.
  • Menyiram tubuh dengan air keras hingga pakaian yang dikenakan hancur lumat namun kulit tetap utuh.
  • Menggoreng telur di atas kepala.
  • Membakar tubuh dengan api.
  • Menaiki atau menduduki susunan golok tajam.
  • Bergulingan di atas serpihan kaca atau beling.[1]
Debus dalam bahasa Arab berarti tongkat besi dengan ujung runcing berhulu bundar. Bagi sebagian masyarakat awam kesenian Debus memang terbilang sangat ekstrim. Pada masa sekarang Debus sebagai seni beladiri yang banyak dipertontonkan untuk acara kebudayaan ataupun upacara adat.

Sejarah

Debus lebih dikenal sebagai kesenian asli masyarakat Banten, yang mungkin berkembang sejak abad ke-18. Menurut sebagian banyak sumber sejarah, kesenian debus Banten bermula pada abad 16 masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570) Debus mulai dikenal pada masyarakat Banten sebagai salah satu cara penyebaran agama Islam. Namun ada juga yang menyebutkan Debus berasal dari daerah Timur Tengah bernama Al-Madad yang diperkenalkan ke daerah Banten ini sebagai salah satu cara penyebaran Islam pada waktu itu. Yang lainnya menyebutkan bahwa debus berasal dari tarekat Rifa’iyah Nuruddin al-Raniri yang masuk ke Banten oleh para pengawal Cut Nyak Dien (18481908).

VIDEO 

Posting Komentar