JELAJAHI

Minggu, 30 November 2014

Gunung Santri | Serang

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0OmqjnQOjwiW-kiJIYD7T0slIw4Gnbj10yAca1n_bvvdttNq1gsYWzC7KE7q0AOIkqlcTO5kNu4T3BXy5lbtuHYgM9x_QxQ9okiof31wBgpQnyztw1BY40-pIOGpPzGL4J7xXR7E2Jw/s1600/Gunung+Santri.JPG
Keberadaan makam Syekh Muhammad Soleh di Kampung Gunung Santri, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, menjadi berkah tersendiri bagi warga. Mayoritas pembangunan infrastruktur di kampung ini merupakan hasil pendapatan dari peziarah.
Setelah keluar dari pintu Tol Cilegon Timur, tidak perlu lama untuk menempuh objek wisata ziarah ternama di daerah Bojonegara, Kabupaten Serang, itu. Perjalanannya hanya memakan waktu tidak lebih dari setengah jam. Ketika tiba di lokasi, penziarah disambut penjual oleh-oleh dan souvenir khas Banten, serta disuguhi beragam makanan juga barang-barang unik yang berjajar di sepanjang kawasan menuju makam yang ditawarkan para penjual.
Namun, untuk menuju makam yang dituju, pengunjung harus mengarungi perjalanan panjang dan melelahkan dengan menaiki anak tangga sepanjang satu kilometer dengan lebar dua meter. Sepanjang perjalanan menuju makam itu pula, pengunjung akan diadang puluhan penjaga kotak amal dan pengemis di sepanjang tanjakan yang meminta keikhlasannya untuk beramal. Tidak sedikit pula, penjaga kotak amal memaksa pengunjung untuk memasukkan koin ke dalam kotak.
Saat mencapai tujuan, pengunjung harus kembali bersabar lantaran lokasi ziarah yang diketahui merupakan makam utusan Sultan Maulana Hasanudin, Syekh Muhammad Soleh yang merupakan salah satu penyebar agama Islam di daerah pantai utara Banten itu, berada di dalam ruangan bak musala sehingga untuk berdoa, pengunjung harus mengantre menunggu giliran akibat tempat yang terbatas.
Informasi dari pengurus objek wisata Gunung Santri Abdurrahman yang juga Ketua RW di kampung tersebut, bahwa kawasan objek wisata itu mulai ramai sejak 1980. saat itu pula, banyak warga dari daerah lain memadati wisata ziarah untuk memulai mencari peluang usaha dengan berbagai cara, mulai dari mendirikan tenda dan berjualan makanan, serta souvenir hingga menjadi penjaga kotak amal.
Penduduk asli hanya berada di makam menjadi juru kunci, terdiri atas tujuh penjaga di makam. Hasil pendapatan yang bisa dikumpulkan pengurus setiap pekan dari para pengunjung mencapai Rp500 ribu hingga Rp1 juta. “Yang berkunjung ke makam ini, ramainya pada Sabtu dan Minggu, selain pada Syawal, Rabiul Awal, Maulid, Rabiul Akhir, dan Idul Adha. Pada hari itu, tidak kurang dari seribu pengunjung datang untuk berziarah. Di tempat parkirnya juga, diperkirakan selalu dipadati 300 kendaraan pada hari itu,” kata Abdurrahman yang dikenal sebagai Pak RW.
Abdurrahman tidak mematok harga kepada pengunjung yang hendak berziarah ke makam. Katanya, pengunjung hanya memberi seikhlasnya dan dari hasil pendapatan seikhlasnya itu, diperuntukkan pembangunan infrastruktur di kampung tersebut. “Awalnya, wisata ziarah ini diurus oleh desa, tetapi semenjak sepuluh tahun silam, pihak desa mempersilakan warga mengambilalih untuk menutupi biaya pembangunan,” terangnya seperti diberitakan koran Radar Banten hari ini.
Pria yang akrab disapa Pak RW itu bercerita, tidak sedikit penziarah yang percaya setelah berziarah di makam membawa keberuntungan. Sehingga, lanjut dia, bukan hanya pengunjung dari wilayah Banten saja yang berkunjung, melainkan banyak pula penziarah dari provinsi lain yang datang. Katanya, banyak warga keturunan China yang menjadi mualaf juga yang berkunjung. “Meskipun sudah dikunjungi jutaan pengunjung, tetapi objek wisata ziarah ini belum dijadikan cagar budaya. Yang kami tahu yang berkunjung itu, selain dari Banten ada juga yang berasal dari Semarang, Surabaya, dan Lampung,” tuturnya.
Kata mantan anggota Panwaslu tingkat kecamatan itu  bahwa hasil pendapatannya dari kunjungan penziarah tidak hanya diperuntukan pembangunan saja melainkan dialokasikan untuk pemberian bantuan. “Selain pembangunan sarana prasarana, kas yang ada kami alokasikan juga untuk pemberian santunan terhadap anak yatim dan duafa setiap tiga bulan sekali. Terutama, bantuan biaya untuk warga yang sakit serta bantuan untuk kematian,” jelasnya.
Ia berharap, selain pendapatan alakadarnya yang didapat dari hasil kunjungan, ada juga bentuk perhatian dari pemerintah karena kondisi infrastrukturnya perlu lebih mendapat dukungan terutama lahan parkir. “Walau bagaimanapun Gunung Santri ini sudah dianggap sebagai objek wisata yang terbukti ramai dikunjungi penziarah. Sementara, sarana prasarananya masih kurang mendukung. Kami juga ingin ada penertiban di sekitar lokasi tempat ziarah ini agar bisa lebih tertata,” pungkasnya. (RB)

Posting Komentar